WARGA Seram Utara Kabupaten Maluku Tengah tengah menjerit. Hasil perkebunan mereka terus menurun. Mereka juga tak bisa mengembangkan lahan pertanian.
Ini karena lahan mereka sudah tercemari. PT Wahana Lestari Investama (PT WLI) terus mengirim limbah lewat sungai yang mengaliri lahan mereka.
“Lahan dan tanaman sudah tidak bisa kami tanami. Produktifitas kelapa menurun. Buah kelapa menjadi kecil.”
Adalah Alam Fabanyo, petani di Seram Utara mengeluhkan itu. Fabanyo tidak sendirian. Kondisi yang sama dialami puluhan petani di sana.
Petani yang menanami lahan mereka sepanjang bantaran Sungai Masing mengeluhkan itu.
Harapan mereka pupus bersama aliran sungai yang sudah memuat arus yang ikut tercemar.
Padahal mereka harus menghidupi ratusan mulut yang menanti di rumah.
Di Seram Utara ada sebuah perusahaan beroperasi. PT Wahana Lestari Investama (PT WLI) namanya.
Perusahaan ini membudidaya Udang Air Tawar. Sudah 30 tahun beroperasi.
Nah, warga mengeluhkan, sepanjang tiga dasawarsa beroperasi, perusahaan ini juga berkontribusi besar bagi kehidupan lingkungan sekitar.
Dan, warga melapor telah terjadi mencemari ekosistim, membuat kerusakan parah di Seram Utara, Propinsi Maluku.
Kerusakan terjadi pada lahan pertanian, hutan mangrove, serta ekosistem di Desa Pasahari, Kabupaten Maluku Tengah.
Tanaman yang rusak berupa ratusan pohon kepala, sagu, kakao, durian serta hutan mangrove,
“Ratusan tanaman pada areal sekira 10 hektar, kemudian 2 hektar hutan mangrove dan ekosistem di sungai ini mati,” ungkap Alam Fabanyo, Sabtu (22/3/2025).
Limbah kiriman dari PT Wahana Lestari Investama (PT WLI) diduga menjadi penyebab utama. Tanaman milik warga di wilayah itu mengering dan mati.
Fabanyo adalah satu dari 20-an petani yang lahannya terlimbas limbah tambak udang. Sepanjang bantaran Kali Masing.
Ia juga melaporkan kalau perusahaan itu mengaliri limbah dari Instalasi pengelolaan air limbah (IPAL) ke Sungai Masing sejauh lima kilometer.
“Kami sudah tidak bisa menggunakan lahan untuk berkebun dan sebagainya,” keluhnya.
Warga pemilik lahan berkali-kali berupaya membicarakan kasus ini dengan menajemen perusahaan. Sayang, upaya mereka sia-sia.
Padahal dampak limbah telah menghancurkan tanaman, lingkungan dan masa depan mereka. “Sampai saat ini tidak ada respon dari pihak perusahan,” kesalnya.
UJI SAMPEL
Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Maluku Tengah tak tinggal diam.
Mereka sudah terjun ke lokasi selama empat hari, 6 sampai 8 Februari 2025 kemarin.
Hasilnya? “Kami menemukan kurang lebih 10 hektar lahan dan 2 hektar hutan mangrove mati,” akui Kepala Dinas, Hengki Tomasoa.
Terhadap masalah ini, DLH meminta perusahaan memfasilitasi Balai Standarisasi dan Pelayanan Jasa Industri (BSPJI) Ambon untuk uji sampel.
Hanya saja warga menolak. Mereka curiga. Jangan-jangan penguji dari balai BSPJI akan berpihak pada perusahaan swasta terbesar di Maluku Tengah itu.
“Awalnya memang warga tolak, namun setelah kami jelaskan mereka sudah terima,” ketus Tomasoa.
Tomasoa menyebut areal kerusakan terlampau luas. Karena itu uji sampel bakal menggunakan 26 parameter kualitas lingkungan.
Uji sampel kata dia untuk mengetahui ada tidaknya bahan kimia.
Bagaimana kalau hasil uji menemukan kandungan bahan kimia? Tomasoa berjanji akan menindaklanjutinya.
‘’Kami akan merekomendasikan ke Dinas LH Provinsi Maluku dan Gakkum Kementerian LH untuk mengambil kebijakan terkait masalah ini,’’ janjinya.
Dan para petani lagi menanti langkah Pemerintah Kabupaten sampai ke Kementrian.
Baca Juga:
Polres Malteng Gandeng Disperindag Tera Ulang MinyaKita, Ini Hasilnya; https://fordatanews.com/polres-malteng-gandeng-disperindag-tera-ulang-minyakita-ini-hasilnya/
‘’Kita tunggu saja sikap pemerintah. Yang pasti kami ingin pemerintah menyelamatkan kami rakyat di Seram Utara,’’ tandas Fabanyo.(*)